Bermain Api Atau Api yang Bermain? (CHAPTER 6)

adminYang Nulis Si ALvin ALvyo

6 Days Before 'Deadline'

Other place


Sejak empat hari yang lalu, ia terserang influenza berat. Dan belum membaik hingga saat ini. Entah kenapa, ketahanan tubuhnya kini menurun drastis. 
Ia semula sempat khawatir, jangan-jangan karena TBC yang diidapnya sudah melewati tahap stadium menengah? Entahlah. 

Tio sedang mencoba tak peduli dengan tubuhnya. Ia sedang mengkhayalkan tubuh yang lain. 

"Heheheh..."
Tio terkekeh sendiri.
Mirip orang gila di RSJ Pakem sana. Dasar.

Tio masih terlena dengan segala khayalan kotornya, bahkan saat dua telapak tangan mungil mendekap erat kelopak matanya dari belakang. 

Ia bahkan mulai tertawa-tawa dengan nada cabul, sementara si pemilik tangan yang semula tersenyum-senyum riang berubah melongo atas reaksi pemuda itu. 

"Heheheh.... yaa.. matiin aja lampunya... heheheh.. mmhhh" 

"Aduh, geli sayaaaang, jangan digelitikin dooong...!" 

"Hehehe.... jangan dibuka dulu ritsluitingnyaa... uuuhhh" Tio meracau makin tak keruan.
Gadis itu, Shinta, sontak melepaskan tangannya. Kedua alisnya tersambung.
Ia melangkah ke depan Tio, mengamati wajah pemuda itu yang lalu berseru, 

"Yaa! Kok dinyalain lagi lampunya!" protes Tio sambil tetap memejamkan mata.
" Tio!" Shinta berteriak kesal.
"Hah??" Tio membuka kedua matanya.
Kaget.
Satu-satunya yang masih tulus dari Tio. 

Shinta berkacak pinggang dengan muka masam. Bibirnya yang semestinya indah, sudah bertekuk.
"Euuhh, ada apa, Sayang?" Tio mencoba merayu dengan wajah dipolos-poloskan.
"Kamu abis ngapain, barusan?!" Shinta menatap penuh selidik. 
Ia mencari tanda-tanda ketidak sadaran di wajah pemuda itu.
Tapi yang ditemuinya malah wajah malu-malu dan tatapan seorang maling jemuran yang tertangkap basah. 

"Aku.. aku... abis fantasi....." Tio akhirnya berkata jujur. Wajahnya menunduk ke rerumputan.
Sesaat, ia berharap ada uang receh yang tercecer.
Lumayan, buat nelpon, pikirnya. 

Tio memang kurang peka pada situasi. Shinta membelalakkan mata takjub. Petir di siang bolong, mungkin hanya membuatnya tersipu dibanding pengakuan jujur barusan. 

"Di sini? Siang-siang?!" pekik Shinta tertahan.
Tanpa sadar, sebutir keringat dingin menetes di kening Shinta yang licin.
Berfantasi seks di tempat dan waktu seperti ini, jelas bukan tanda seorang pemuda normal, bisik hati Shinta.
Ia seperti baru saja mengenal Tio, atau setidaknya sisi Tio yang satu ini. 

"Berapa banyak sisimu lagi yang aku belum tahu, yo?" tusuk benaknya.
Ada kengerian yang menerkam jantungnya. Ia bergidik. Kesunyian melanda mereka berdua untuk beberapa detik. 

"Eh, kita nyari makan, yuk?" Tio tiba-tiba saja berdiri lalu meraih lengan Shinta. 
Sepertinya, akal sehat sudah kembali di dalam kepalanya. Gadis itu semula berniat menepiskan tangan Tio yang terulur, tetapi sudut matanya menangkap kesungguhan di raut muka pemuda itu. 

Dan bola mata kecoklatan Tio, tampak begitu hangat.
Kehangatan di malam hujan deras. Dan wajah gadis itu lalu tertunduk.
Shinta menurut saja saat Tio menggandeng lengannya dan membawanya pergi. 
Namun, jauh di dalam hati, Shinta mendengar hati kecilnya mengucapkan peringatan. 
Mengenai pemuda yang telah mengambil hatinya dengan sukses ini. Bahwa ia, masih saja mendapati hal-hal yang asing dalam diri Tio.
Misterius, dan terkadang bisa begitu mengerikan.

Mereka duduk bersebelahan di depan meja panjang kantin Kampus Biru.
Tio asyik sekali menghadapi sepiring nasi yang dipesannya. 
Makan dengan lahap, memasukkan sendok demi sendok nasi dengan kegembiraan khas anak-anak.
Shinta meliriknya sesekali dengan mimik menahan tawa. 
Pemuda itu seolah tak bertemu makanan selama sebulan.
Dalam tujuh menit, piring itu telah licin. Tio melirik ke kiri-kanan.
Shinta menyodorkan sebotol teh di sampingnya.
"Nih, minumnya." 

Tio tersenyum bahagia, lalu menyedotnya seperti bayi yang kehausan. 
Habis juga. "Huuaahh, kenyang deh..." 
Tio menyandarkan tubuh ke dinding kantin, lalu menepuk-nepuk perutnya yang terlihat membuncit. 

Satu tangannya yang lain sudah menggenggam sebatang kretek yang siap disulut. Benar-benar cekatan, batin Shinta geli.
"Kamu selalu ngabisin makanan sampai licin, yo?" ucap Shinta sambil tersenyum menggoda. 

Mie baso di depan gadis itu masih tersisa separuh.
"Heheheh..." kekeh Tio seraya tersenyum-senyum senang, sambil mengepulkan asap kreteknya lambat-lambat.
Dasar sableng, ia merasa ucapan Shinta sebagai sebuah pujian atas kemampuannya yang `mempesona'.
Mendadak, Tio menegakkan tubuh. Senyumnya sudah menghilang. Matanya menatap sayu, lurus ke depan.
Bersiap.
Shinta yang masih mengamatinya, jadi terheran. Ia mengikuti arah tatapan mata Tio. Seorang gadis berambut cepak, berwajah manis, berkulit kuning, dengan tubuh tinggi semampai menggiurkan, berjalan mendekat ke arah mereka.

Kesinisan di raut wajahnya, membuat Shinta langsung merasa tak suka. Gadis berambut cepak itu berdiri tegak di hadapan mereka. 

Ujung dagunya yang runcing terangkat, 
"Jadi kamu cewek barunya? Anak kecil!" si Cepak melempar pandangannya ke arah Shinta. 

Api terpancar di bola mata si Cepak. 

Shinta mengerutkan keningnya. Ia tak suka membuat masalah.
Tapi dadanya sudah bergolak.
Mendadak, ia merasakan genggaman di jemarinya. 
Terheran, ia menoleh ke samping. 
Tio masih tetap duduk, dengan pandangan sayu yang sama, dan kepulan kretek dari bibirnya. Hanya kini menunduk, menatap ke atas meja. 

"Aku cuman mau makan dengan tenang, Rin. Dan dia temanku." Tio berkata lirih. 

Ia sengaja tak menatap ke arah si Cepak yang dipanggil Rin. 
Ada yang disembunyikannya dari dua orang gadis di dekatnya itu. Sesuatu dalam sinar matanya.
Rin mendengus kesal. Ia berpaling menatap Tio sekarang. 
"Temen? Hah! Dasar playboy! Elo punya temen cewek?! Seinget gue....." si Cepak nyaris melanjutkan kalimatnya, ketika Tio tiba-tiba berdiri dan menatap lurus ke bola mata gadis itu. 

"Rin, please... jangan ganggu kita." Kata-kata Tio terdengar berat dan dingin, seolah berasal dari dasar dadanya.
Tetapi yang membuat Rin dan juga Shinta tercekat hampir bersamaan, adalah sorot tajam mata pemuda itu.
Menyala-nyala dengan kebencian dan kekejaman.
Bengis. 

Si Cepak seketika membalikkan tubuh dan bergegas menjauh. Tak menoleh-noleh lagi. Shinta lalu tersadar, genggaman Tio di jemarinya terasa sedingin es. Satu lagi hal baru yang ditemuinya tentang Tio. 
Yang pernah didengarnya dulu. 
Tio yang dingin.
Tetapi Shinta bersyukur, setidaknya gadis yang menyebalkan itu sudah pergi. Ia mencatat satu hal baru, yang perlu ditanyakannya pada Tio nanti.
Apa masalahnya dengan gadis yang dipanggil Rin itu. Mereka sepertinya pernah mengenal dekat, terka Shinta dalam hati. 

Tio seolah bisa membaca pikiran Shinta.
Matanya berubah lembut, "Dia mantanku, namanya Rinka." 

"Oh?" Shinta sedikit kaget.
"Dan nggak pernah suka tiap kali ngeliat aku jalan sama gadis-gadis," Tio mengisap kreteknya dalam, "yaa, dia tipe posesif, dan masih pengen balik sama aku...." 

" Tio," potong Shinta cepat-cepat, "gadis-gadis? Kamu beneran playboy?" Shinta tersenyum simpul.
"Eh, maksudku, bukan pacar lho...!" tukas Tio sigap.
Ia sadar sudah salah omong.
Gadis ini terlalu cerdas dibanding yang lain. 
Calon pengacara, sih. 

"Iya-iya. Aku juga tahu. TTM `kan?" Shinta masih saja menggoda pemuda itu. Ia selalu suka melihat Tio salah tingkah. Kekanak-kanakan. Lucu. 

"Hahaha...!" tawa Shinta meledak, demi melihat Tio hanya bisa meringis culun seraya menggaruk-garuk kepalanya. 

Salah satu pose favorit Shinta dari Tio. Yah dia menyadari kalau sosok lelaki di depannya ini memang mempunyai kriteria yang wajar kalau punya banyak fans dimana-mana. 
Wajar, dan aku sedikit jengkel dengan kewajaran itu, batin Shinta.
"Hampir saja rusak rencanaku," pikir Tio. "Aku harus cepet-cepet selesain ini semua sebelum ada pengganggu lain yang gak terduga muncul lagi..."
"Ya... cepat dan tepat sasaran.... waktunya menuai padi yang sudah matang..."

Bermain Api Atau Api yang Bermain? (CHAPTER 1) - BACK
Bermain Api Atau Api yang Bermain? (CHAPTER 2) - BACK
Bermain Api Atau Api yang Bermain? (CHAPTER 3) - BACK
Bermain Api Atau Api yang Bermain? (CHAPTER 4) - BACK
Bermain Api Atau Api yang Bermain? (CHAPTER 5) - BACK
Jika sobat merasa artikel Bermain Api Atau Api yang Bermain? (CHAPTER 6) ini bermanfaat, silahkan Copas artikel ini, tetapi jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya seperti ini : Source:https://alvinarea.blogspot.com/2011/07/bermain-api-atau-api-yang-bermain_6750.html.Saya lebih berterimakasih lagi jika sobat mau mencantumkan link hidup seperti ini : Source: https://alvinarea.blogspot.com/2011/07/bermain-api-atau-api-yang-bermain_6750.html.Mohon dimengerti agar maraknya copas tanpa link sumber mereda, terima kasih.

Artikel Menarik Lain!

3 komentar

Pasang Iklan Gratis Tanpa Daftar Langsung Tayang mengatakan...

Great info & thanks for sharing :)

Diskon Hotel Murah & Kebutuhan Wisata Lainnya
Informasi Wisata Domestik & Internasional

anisayu mengatakan...

bermain pi terbakar sampai ke hati hehehe

follow telah kmbali n trimakasih... :)

ALvin ALvyo mengatakan...

ok thanx semua... salam blogging juga...^^

:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Silahkan berkomentar apa saja yang terkait pada artikel ini. Terima Kasih.